font-family: 'Pacifico', cursive;

Rabu, 29 Juli 2015

CERPEN (PART 1)



UNTAIAN DO’A DI ATAS SAJADAH

(Part 1)

Hari mulai gelap, senja mulai tampak di atas langit. “Ria…!” terdengar dari jauh suara panggilan yang merdu memanggil nama Ria, “ya sebentar lagi”. Jari jemari Ria sudah penuh dengan uang-uang koin. “Ayo ria ini sudah mulai malam” Nada menarik tangannya, dia adalah salah satu sahabat Ria. Ria dan Nada selalu bersama-sama untuk mencari rezeki di kota yang sebesar ini hanya untuk mendapatkan sesuap nasi dan seteguk air. Walaupun  hasilnya tidak banyak, namun mereka selalu bersyukur uang yang dihasilkan adalah uang halal. Hingga akhirnya Ria dan Nada sampai ditempat berlindung mereka sehari-hari, walau hanya beralaskan kardus dan koran namun tempat itu sudah cukup untuk mereka beristirahat. “Kalian darimana aja sih, kok jam segini baru pulang?” tanya Rio. Ya, dia adalah sahabat Ria juga, terlihat Rio sedang menunggu Ria dan Nada sambil bermain gitar kesayangannya. Pekerjaan mereka sehari-hari adalah bernyanyi dari satu kendaraan menuju kendaraan yang lain, yup! Rio, Nada dan Ria adalah seorang musisi jalanan atau mungkin orang-orang biasa memanggil mereka pengamen. Walaupun begitu Nada dan Rio memiliki bakat yang terpendam, Nada memiliki suara yang sangat bagus sama seperti namanya “NADA”. Rio memiliki bakat dibidang musik, Rio sangat pandai memainkan gitar begitupun suaranya yang bagus. Ria, yah setidaknya ia bisa bernyayi tanpa suara fals. Takdir yang mempertemukan mereka bertiga dan sudah bersahabat selama sembilan tahun bahkan bukan sekedar sahabat, tetapi mereka sudah seperti keluarga sendiri.
“Iya nih, Ria lama banget jalannya, kaya putri solo” jawab Nada,
“iya nad, maaf ya” pinta Ria. 

Malam pun terlewat, seperti biasa Ria terbangun di sepertiga malam untuk memanjatkan do’a-do’a kepada Sang Maha Kuasa dengan beralaskan sajadah lusuh dan berlubang. Ia taklupa untuk bersyukur telah diberikan sahabat-sahabat yang sangat baik, diberikan kesehatan dan di dalam do’anya ia selalu meminta untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik dari sekarang. Lembut sinar matahari telah membangunkan Ria, tercium hawa pagi yang sejuk.
“Rio. Nada, ayo bangun! Udah pagi nih, kita harus berangkat” Ria segera membangunkan kedua sahabatnya. 

~DISITUASI YANG BERBEDA, DI BAWAH LANGIT YANG SAMA.~

“Tara…! Ayo cepat turun! Nanti kamu terlambat sekolah nak” panggil Mamah. Tara adalah gadis muda yang cantik namun sedikit tomboy. “Bentar mah…” sahut Tara. Terlihat di depan pagar rumah Tara, ada seorang pemuda yang tampan sedang menunggunya. “Eh Dion, udah di depan rumah aja” sambil memukul bahu Dion. Dion adalah teman dekat Tara sejak kecil, setiap berangkat dan pulang sekolah mereka selalu bersama-sama. Rumah Dion dan rumah Tara memang tidak jauh, hanya tepisah dua blok rumah dari rumah Tara di sebuah komplek elite. “Aduh! Sakit tau, ayo cepet nanti kita terlambat lagi”, “iya bawel” jawab Tara. Sekolah mereka memang tidak jauh dari komplek, mereka biasa pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.
Tara dan Dion terlihat terburu-buru memasuki gerbang sekolah, namun tiba-tiba.
BRUK!
 “Aduh! Eh, kalau jalan tuh liat-liat dong” kesal Tara.
“Kamu ga apa-apa kan Tar?” Dion membantu Tara yang terjatuh.
“Ih.. Siapa sih kalian, ganggu orang jalan tau! Pake nabrak segala lagi. Udah bau, kotor, kumel, iiihh… Kalian mandi ga sih?!” Tara memarahi orang yang menabraknya.
“Udah lah tar, biarin aja kita udah telat nih. Awas ya kalian kalau muncul lagi di depan kita” bela Dion.

Tidak sengaja Ria menabrak Tara yang sedang terburu-buru memasuki sekolah.

“Huuufht…” Ria menghela nafas panjang.
“udah lah ri, orang kaya mereka itu ga usah diambil hati” Sahut Nada sambil membersihkan baju Ria yang juga terjatuh.
“Iya ri, betul apa kata Nada” tambah Rio.

Sesampainya Tara dan Dion di Sekolah ternyata ada seseorang yang sudah menunggu mereka di depan kelas. “Kalian lagi. Selalu saja telat, padahal rumah kalian itu tidak jauh dari sekolah bukan?” Tanya seorang wanita muda yang memiliki tubuh tinggi semampai. “Maaf bu Sinta, tadi kami itu ketemu orang gila di depan sekolah” bela Tara yang masih terengah-engah karena habis berlari. “Sudah! Ibu sudah lelah mendengar alasan kalian, cepat masuk!” jawab bu Sinta, guru Matematika Tara dan Dion.

Matahari tepat berada di atas kepala, terik sinarnya sampai hingga menyentuh kota. Tiga sahabat masih mencari uang halal dengan menyusuri jalan-jalan kota.
“Subhanallah, panas banget ya hari ini, tapi Alhamdulillah penghasilan kita cukup banyak dibandingkan kemarin” kata Ria.
“Iya ya ri, Alhamdulillah” tambah Nada.
“Ya udah, sekarang kita coba ngamen di komplek yang ada disana yuk, siapa tau kita dapat lebih banyak lagi” Usul Rio. Ria dan Nada pun menuruti usulan Rio.

*BEL PULANG SEKOLAH BERBUNYI*
Tara masih terlihat kesal dengan kejadian tadi pagi, terlihat dari raut wajahnya dan omelan-omelan kecil yang terus dilontarkan pada Dion, ia pun bingung bagaimana menghadapi Tara yang sedang kesal, ia hanya terdiam mendengarkan omelan-omelan Tara sambil berjalan pulang. Saat dipertengahan jalan komplek Tara dan Dion melihat ada pengamen di komplek mereka.
“Dion, tumben ada pengamen di komplek rumah kita”
“Iya yah. Eh, tunggu deh. Kayanya aku kenal deh tar sama pengamen itu”
“Masa sih? Oh iya, itu kan yang tadi nabrak aku Dion..”
“Kita kerjain mereka yuk…” Bisik Dion.
Perlahan Dion dan Tara mendekati Rio, Nada dan Ria. Ria sedang menghitung uang penghasilan mereka mengamen di komplek, sedangkan Rio sedang memainkan gitar kesayangannya diiringi dengan suara merdu Nada. Namun Dion dan Tara datang dari belakang Rio dan Nada menabrak mereka berdua.
“Oops.. Sorry sengaja” ujar Tara sambil tertawa
“Hahaha…” Dion tertawa sambil menepuk tangan dengan Tara.
“Kita pulang dulu ya… Bye pengamen..” ucap Tara sambil meninggalkan mereka bertiga.
~
“Ya ampun, mereka berdua keterlaluan banget sih” Kesal Nada.
“Rio, gitarnya” ucap Ria dengan terkejut.
“Iya, gitar aku” Jawab Rio dengan suara lirih.
Gitar Rio terjatuh setelah Dion menabraknya tadi, dan senarnya putus. *to be continued”






Minggu, 14 Juni 2015

SEBUAH DO'A

"Wahai kamu, sebuah nama yang belum tereja kata. Sesosok pribadi yang belum terjangkau mata. Wahai kamu yang entah berada dimana. Di titik ini ku menanti sambil memantaskan diri, Biarlah ku sendiri di tengah ramainya gemerlap pacaran di usia dini. Jika aku menjaga hati, aku yakin kau pun juga sedang menjaga hati, Karena firman-Nya itu pasti, Wanita baik-baik adalah untuk laki-laki baik-baik, Wahai kamu, orang asing yang dengan ijin Allah akan menjadi imamku suatu saat nanti, Semoga Allah selalu menjagamu dalam sebaik-baik ketaatan padaNya". Semoga cintaku dan cintamu akan bertemu dalam naungan cintaNya :’) Aamiin

Jumat, 05 Juni 2015

PUISIKU


Yang Ku Nanti

Setapak demi setapak kakiku melangkah
Dalam jalan tak terarah
Dalam waktu yang masih membelenggu
Berjalanku di dalam ruang tak terjamah
Hingga kuberhenti dalam pantulan cermin rahasia

Jawabku tak bertanya
Risauku tak berkeluh
Diamku tak bertabir
Sadarku tak bernama
Nyataku merasuk dalam mayaku

Harga yang kubeli dalam penantian
Rasa yang bebas tanpa tumpuan
Tingkah yang bersemayam dalam raga
Sentuhan senyum merangkul jiwa
Dalam hembusan angin yang bergeming

Realita membangunkan tidur panjangku
Merebahkan fatamorgana kehampaan
Melukiskan metamorfosa kehidupan
Pergulatan batin dalam sepertiga malam
Menyadarkanku akan kekuasaan sang maha cinta

Lisanku yang berucap doa
Tanganku yang tak pernah lupa meminta
Pada kepercayaanku  disetiap untaian tasbih
Pada keyakinanku disetiap rencana-Nya
Berharap dia dalam pintaku

Dia yang akan menjadi benteng dalam kerapuhanku
Dia yang akan berjalan denganku di jalan ridho-Mu
Dia yang menjadi imam dalam hidupku
Dia yang menjadikanku tulang rusuknya
Dia yang akan datang dalam penantian panjangku

                                             Nuraini Fatin